RETORIKA NASIB
Menyimpan keganjilan. Dada adalah bom waktu. Begitu juga kepala. Meledak. Melampaui ruang dan waktu. Antara ada dan tiada. Sebab hidup tak pernah selesai. Denyut demi denyut terbungkus sampah aturan. Dalil-dalil agama tamasya ke sekolah-sekolah. Menawarkan surga. Tak ada yang menolak. Sebuah taman bunga. Bidadari mandi di sungai susu. Pesta anggur dan santapan lezat. Dunia memang selebar celana kolor. Mitos kesuksesan menjelma kepak sayap. Petapa yang tak beranjak dari semadi. O, dada. O, kepala. Retorika nasib. Diamini kebijakan pemegang kekuasaan. Kegagahan dan kecantikan. Beterbangan di ruang-ruang publik. Lalu, untuk apa kesedihan jika yang dipuja hanya kebahagiaan.
(Muncar, 270120)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar