BAHASA YANG SUNTUK
Bahasa yang suntuk menari-nari. Ingin keluar dari kolong kepalaku. Mengetik peringatan "aku mencintai dan membencimu". Tolong juga pinjami aku kesabaran untuk hari-hari yang genit. Jaringan internet yang sakit-sakitan untuk work from home. Beranda facebook yang memuat puisi-puisi.
Barangkali cinta adalah orang-orang kota yang lapar. Hujan yang kesepian. Jalan-jalan baru yang berlubang. Laut yang diperkosa nelayan dan limbah. Gunung dan upacara pembunuhan hutan. Dan juga rindu yang tak terawat di pemberitaan media cetak dan online.
Sambil minum kopi, telur mata sapi melirik ke kanan dan ke kiri. Mengingat-ingat nasib seperti kata Chairil. Kemudian, kesunyian menjelma benci. Menjelma bahasa yang suntuk.
(Muncar, 300421)
Foto @jack_izzet