14/10/2020

FATAMORGANA ANGKA


FATAMORGANA ANGKA

Oktober bunting dan sebuah stasiun
tanpa rambu kelahiran bayi
gerbong kereta, peron, 
bangku-bangku kosong bosan
Ingatan jarum jam berputar
1/2 angka mengelupas
ada hujan yang kering
di punggung sungai ibu

Jendela berkabut
keniscayaan bukan dari harapan
derap sepatu atau seragam rapi
mereka atau bukan siapa-siapa
tetap berada pada gerbong kereta,
peron, bangku-bangku kosong bosan
setiap pagi dicuci deterjen

1/2 angka mengelupas
semakin deras dan culas

(Muncar, 141020)

13/10/2020

DISKUSI


DISKUSI

Bukan aku tapi kita
lumut-lumut berumah
di kepala
Apakah kita masih kasmaran 
diskusi batu-batu sungai
air yang mengalir
daun-daun bambu bergoyang
ditiup angin resah
Seorang lelaki
selalu datang membawa kesunyian
kita membaca dari wajahnya
yang tertawa
Terkadang kita seolah-olah mengerti
untuk apa kesunyian itu
kita baca
dan menulisnya kembali
pada beringsut waktu
lalu meninggalkannya
di tengah hutan keramaian 

(Muncar, 131020)
📸 Diskusi dengan Taufiq Wr. Hidayat (Fiq) bersama Komunitas Lorong Sastra tahun 2017 di Kampoeng Ekspresi Curahpacul - Tambakrejo - Muncar.

07/10/2020

MEMOAR


MEMOAR 


Mengeja aroma 2017

Rembulan memar

mencuri identitas tanpa alamat

Pohon alfabet terlalu berkarat

di bangku sekolahan

Sebelum itu

koran telah menampung nama-nama

sebagai surat tanpa pewaris

Kita hanya disuapi

dengan bilangan ganjil - genap

dari mimpi kolonial

2017 masih merawat kesunyian

pada halaman facebook

Tentang siapa dan apa

pertemuan itu ada


(Muncar, 071020)

📸 Pertunjukan Naskah "Curut" karya Laily Nur Habibah oleh Komunitas Lorong Sastra di Kampoeng Ekspresi Curahpacul - Tambakrejo - Muncar tahun 2017

06/10/2020

ALARM


ALARM

Setelah pintu itu terbuka untuk siapa saja
Seorang kawan
memberanikan diri menusuk dadaku
Aku menerimanya
Seperti alarm yang membangunkan kesadaran
bahwasanya puisi terlepas
dari jalur kesunyian 
Dan seorang kawan
memang seharusnya ada untuk menusuk dadaku
sebab keramaian adalah hegemoni mimpi
merangkak menuju langit
selanjutnya menjatuhkanku ke bumi
lalu mati sendiri

(Muncar, 051020)

08/08/2020

O



O


O, sepi menyelinap dalam ramai

O, ramai menyelinap dalam sepi


Aku belum menemukanmu. Di antara sepi. Di antara ramai. Di antara butiran gula jatuh berserakan di lantai. Di antara racun mengental di sendok dan garpu. Lalu siapa dirimu?


Selalu aku tanyakan tentang dirimu. Pada ampas teh dan kopi. Pada putung dan abu rokok. Pada senar gitar yang berkarat dan putus. Pada ludah yang menempel di mikropon. Di mana dirimu? 


O, aku terus bertanya. Bertanya. Bertanya bertabrakan dengan tanda seru. Dengan koma. Dengan tanda petik. Dengan titik dua. Dengan titik. Aku belum menemukanmu. Siapa dirimu? Di mana dirimu? 


O, sepi menyelinap dalam ramai

O, ramai menyelinap dalam sepi


O, seperti menggelinding tanpa huruf yang lain

O, aku belum benar-benar menemukanmu


(Muncar, 070820)

04/08/2020

BANGKIT


BANGKIT

Tentu, jarum jam terus berdetak
dan berputar
Berdesakan dengan angka-angka luka
Kita selalu terbuai
memekikkan merdeka
selama 75 tahun

"apakah kita benar-benar merdeka?"

Tak perlu menunggu jawaban
dari rumput yang bergoyang
sebab luka itu luka kita

(Muncar, 040820)

23/07/2020

LELAKI PUPUS ITU BERNAMA SIDOPEKSO


LELAKI PUPUS ITU
BERNAMA SIDOPEKSO

Penyesalan tak akan bisa
mengembalikan waktu
yang terbunuh
ketidakpercayaan

Cinta pula yang menumbuhkan
: lelaki pupus
tertanam di hutan derita
yang kini disihir menjadi kota

Maka, darah tetap semerbak
di sungai kesetiaan
juga sepi
yang dibawa sampai mati

(Damtelu, 060717)
*Antologi Puisi, Timur Jawa : Balada Tanah Takat (Balai Bahasa Jawa Timur, 2017)

CATATAN AGUSTUS 2024

  ilustrasi AI REVIEW KUPULANGKAN KEPERGIAN untuk Nadira Andalibtha   Sekumpulan puisi sedang asyik mengetik dirinya sendiri. Cafe yan...