03/10/2021

RUANG DI TANGGAL 23 SEPTEMBER 2021

RUANG DI TANGGAL 23 SEPTEMBER 2021 


Kita menghadiri kota itu
dan hujan menyambut sebelum pagi
ruang di tanggal 23 September 2021
dua puisi lelaki purna
dari rahim semesta
jam di handphone 05.30 dan 05.32 wib
tangis menjahit dadaku
bahagia yang sedih
sedih yang bahagia
sekarang aku memerankan ayah 
istriku memerankan ibu
juga mempertaruhkan robekan nasib
kepada dua puisi lelaki
ruang di tanggal 23 September 2021
menggenapi luka
dari luka yang pernah ada 
selamat datang seperti janjiku
"kelak kita akan menamainya puisi" 


Muncar, 2021

10/09/2021

KARTU PENDAFTARAN

Kartu Pendaftaran

Selembar kartu pendaftaran
belum usai ditampung
pemberitaan lini masa
pada usia yang merangkak
kursi itu entah masih milik siapa
angka menerjemahkan peraturan
tata cara makan siang
sebagai baju seragam

Di moncong kepala yang meledak
antrean huruf membaca nama
mengetuk pintu lampu merah
sepotong dadar rembulan
tetapi tidak belok kiri jalan terus
tidak juga tepat waktu

Selembar kartu pendaftaran
selembar angka
selembar huruf
selembar nama
selembar ingin
selembar alamat
pada waktu yang dapat


Muncar, 2021

21/08/2021

NGOPI DI PASAR SUMBERAYU


NGOPI DI PASAR SUMBERAYU

Di Pasar Sumberayu pukul 14.12
warung menyediakan kopi sachet
aku datang menyapa masa kecil
meski tak tinggal di situ
seperti ada televisi yang menayangkan diriku
menyeberangi jembatan bambu
yang renta dan kriput

Aku lihat aroma bapak
masih melayani pembeli di dalam toko
ibu khusyuk merangkai kancing
di depan mesin jahit
mbah menukar karcis dengan hipertensi
mbok mengikat kangkung
dengan encok dan asam urat
mas sedang ikut pawai sunatan masal

di sore hari bayanganku juga mengaji
iqro yang tak pernah selesai sampai sekarang

Di Pasar Sumberayu pukul 14.12
warung menyediakan rokok
meski tak tinggal di situ
aku bermain ayunan
dari rumah yang tergusur warisan
Di Pasar Sumberayu pukul 14.12
Jayabaya ikut ngopi
sambil meramal "pasar ilang kumandange"

Muncar, 2021 

09/08/2021

SEMESTA /ibu/


SEMESTA
/ibu/


jika punggung adalah ayah
maka ibu adalah semesta 
ruang bercocok tanam bahasa 
tumbuh dalam puisi
yang tak pernah tertulis
menghapus spasi
dalam napas yang cemas

aku minum, ibu

dokumen-dokumen doa
pada etalase nyawa
musim tak pernah memilih
ke mana akan menjadi siapa

aku makan, ibu

detak jantung
sesuap harapan setiap waktu


Muncar, 2021 








20/07/2021

TEROR KEMATIAN

TEROR KEMATIAN

Juli, teror kematian memuncak
hari-hari diciptakan cemas dan panik 
jangan keluar rumah
jangan berkerumum
malaikat sedang membawa senapan
awas ada peluru nyasar

android dan televisi
merancang tata bahasa
lampu-lampu dimatikan
jalanan gelap jalanan disekat
perut warung dilarang lapar

kita berada berada di titik jauh dengan tetangga

di rumahnya sendiri
orang-orang isoman merawat lapar
sesak nafas
dan mimpi buruk setiap malam

Juli, teror kematian memuncak
istilah-istilah keluar kamus
anoksia - anosmia - aphelion
nakes - prokes 
orang-orang takut ke puskesmas
rumah sakit belum sembuh 

negara juga sedang sekarat membayar utang
menjadi tukang obat dan vaksin

di manakah Tuhan berada

ke tempat ibadah, ke sekolah, ke pasar
memakai masker, jaga jarak, mencuci tangan
dan mengoleskan handsanitizer
jangan bikin hajatan
mengapa tenaga kerja asing
buang hajat di negara kita

Juli, teror kematian memuncak
mayat-mayat membeli peti 
dan menyewa ambulans
diusung astronaut menuju ke bulan 

Kedunggebang, 2021
Ilustrasi E. P. Albatiruna 

10/07/2021

MEMBACA MALAM INI

MEMBACA MALAM INI


Membaca malam ini, membaca hujan
malam - hujan
lampu-lampu tersesat oleh kebijakan
jalanan sedang gelap
aku menulis diriku dan secangkir kopi
aku tidak siapa-siapa
wajib memakai masker,
mencuci tangan, menjaga jarak
sepotong peraturan
tapi hari-hari muram
masih menulis patroli kematian
bukankah dua dosis vaksin
telah menjalar ke seluruh rindu
pertemuan tanpa curiga
kita minum kopi
sambil untuk tidak mempertanyakan
kebijakan dan peraturan
yang hanya selebar celana kolor


(Muncar, 2021)

02/07/2021

KEDUNGGEBANG


KEDUNGGEBANG
: dalam catatan ingatan


Wajahmu peta yang kusut
adalah hamparan rawa dan hutan Bangeran

siapakah yang membuka pintu?

Setail bergeser dari muara
banjir senin legi juga mengubur palung dan sumur
di antara keramaian kampung yang tinggal nama

apakah kita akan tetap merawat-meruwat
pagar di empat sudut?

Jika beringin telah tumbang
dan malam kehilangan kaki

Tiga bendungan merenungi nasib
mitos kematian menyelinap dalam mimpi

Tanggulasri menjemur sejarahnya di luar kepala
kemarilah, maka akan kubisiki

tembang Marinem tak lagi terdengar
semenjak kita sibuk mengaji dangdut

Wajahmu peta yang kusut
adalah hamparan rawa dan hutan Bangeran

siapakah yang membuka pintu?
tempat kita semakin asing dari kita sendiri


Muncar, 2021

CATATAN AGUSTUS 2024

  ilustrasi AI REVIEW KUPULANGKAN KEPERGIAN untuk Nadira Andalibtha   Sekumpulan puisi sedang asyik mengetik dirinya sendiri. Cafe yan...