16/04/2020

FUS


Fus


Di rumah kecil itu. Tawa ganjil. Lumut-lumut perak. Merawat tangis yang terperam dari luka purba.

Ia memunguti daun-daun kersen yang berjatuhan di halaman. Begitu juga aku, belajar mencerna kata-kata miliknya.

"Malam jalang, tiga orang lelaki memanah rembulan".

Puisi-puisi sungsang. Gaduh di teras rumah. Berkejaran dengan kenyataan. O, derita begitu nikmat.

Warna semburat melukis wajahku. Tetapi ia bersikeras menuntunku ke alamat puisi.


(Kedunggebang, 160420)

14/04/2020

LESU



Lesu


Sepasang bola mata terlepas dari lubang keramaian. Burung-burung itu kemudian leluasa membawa berita kematian.

Lesu darah. Matahari pucat.

Langkah kaki tak mau sekongkol. Luka dan kawanannya betah tinggal di dada yang sesak.

Udara beracun menyebar ke seluruh kota. Kemana lagi gairah akan menghuni harapan.

Di surga, kebun apel meranggas. Sungai susu coklat mengering. Konon yang tersisa hanya neraka.

Membakar kamar-kamar kita.


(Kedunggebang, 140420)

12/04/2020

MEMORIES



Memories
untuk anak - anakku


Masih ku simpan di museum ingatan. Kebersamaan yang telah berganti. Tak akan menghapus masa-masa sulit. Jatuh tersungkur. Di kedalaman luka tanah asing. Aku hanya sebuah puisi. Begitu singkat menemani kalian. Belajar mengeja angka dan huruf kehidupan. O, masa. Berlembar-lembar matahari menggelinding terbit dan tenggelam. Kalian sekarang tak lagi bermain petak umpet.


(Muncar, 120420)

11/04/2020

JENDELA TUA


Jendela Tua


Menjelang sore. Aku mengintip dari kaca jendela tua. Bayangan anak-anak seperti diriku. Menimbun kenangan. Sepotong es krim meleleh bersama hujan. Tak ada payung. Tak ada yang menari.

Butir-butir hujan berkelindan. Halaman basah. Rumput-rumput liar membuka dada. Menerima dingin.

Aku mengintip dari kaca jendela tua. Tak ada pohon jambu air. Tetapi suara nenek masih terdengar. Menanam keniscayaan di belakang rumah. Bayangan anak-anak seperti kakakku. Membeli krupuk untuk lauk makan malam.

Waktu semakin berkarat. Angin tak lagi menerbangkan layang-layang. Capung bersarang di mata ibu yang kecoklatan. Bapak menyanyikan batuk dari dahi yang mengeriput.


(Kedunggebang, 110420)

09/04/2020

RHYME IN PEACE GLENN

Foto dari Google

Rhyme in Peace Glenn


Bilamana waktu tiba kau hanya ada untuknya. Abadi, tetaplah mewangi (memori). Semuanya kembali ke masa depan. 

Tak mungkin kau menepis bayangan. Bila memang semua datangnya begitu. Kini harus kau lewati. Sepi harimu tanpa siapapun. 

Selamat jalan. Kasihmu sampai di sini. Melodi rintihan hati yang berakhir di April.


(Muncar, 090420)
* judul lagu Bondan & Fade 2 Black
* gubahan penggalan lirik lagu Glenn Fredly

AFORISME



Aforisme

Aku tak harus bicara mendetail. Kita sedang bercinta. Dengan segala percikan. Senja pualam pada pelukan.

Di mataku muara jawaban dari pertanyaan.

Jika hantu-hantu masih berkunjung. Mengoyak kamar. Tak usah takut. Percayalah, ketakutan hanya akan melemahkan kita.

Sekali lagi, aku tak harus bicara mendetail. Kita sedang bercinta.

Maka di mataku muara jawaban dari pertanyaan

(Muncar, 090420)

08/04/2020

KESUNYIAN DI RAMBUTNYA YANG UNGU



KESUNYIAN DI RAMBUTNYA YANG UNGU

Ia telah merawat kesunyian di rambutnya yang ungu. Apalah lampu-lampu itu. Ia tak silau.

Dan riwayat puisi-puisi. Bahasa mata yang menyimpan naga.

: aku mabuk sendiri.

Ia tetap berjalan pada musim hujan. Juga kemarau. Entah, berapa helai rambutnya yang rontok.

Ia masih merawat kesunyian. Rumpang dadanya bukan sepotong apel.

(Muncar, 080420)

CATATAN AGUSTUS 2024

  ilustrasi AI REVIEW KUPULANGKAN KEPERGIAN untuk Nadira Andalibtha   Sekumpulan puisi sedang asyik mengetik dirinya sendiri. Cafe yan...