Fus
Di rumah kecil itu. Tawa ganjil. Lumut-lumut perak. Merawat tangis yang terperam dari luka purba.
Ia memunguti daun-daun kersen yang berjatuhan di halaman. Begitu juga aku, belajar mencerna kata-kata miliknya.
"Malam jalang, tiga orang lelaki memanah rembulan".
Puisi-puisi sungsang. Gaduh di teras rumah. Berkejaran dengan kenyataan. O, derita begitu nikmat.
Warna semburat melukis wajahku. Tetapi ia bersikeras menuntunku ke alamat puisi.
(Kedunggebang, 160420)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar