10/07/2021

MEMBACA MALAM INI

MEMBACA MALAM INI


Membaca malam ini, membaca hujan
malam - hujan
lampu-lampu tersesat oleh kebijakan
jalanan sedang gelap
aku menulis diriku dan secangkir kopi
aku tidak siapa-siapa
wajib memakai masker,
mencuci tangan, menjaga jarak
sepotong peraturan
tapi hari-hari muram
masih menulis patroli kematian
bukankah dua dosis vaksin
telah menjalar ke seluruh rindu
pertemuan tanpa curiga
kita minum kopi
sambil untuk tidak mempertanyakan
kebijakan dan peraturan
yang hanya selebar celana kolor


(Muncar, 2021)

02/07/2021

KEDUNGGEBANG


KEDUNGGEBANG
: dalam catatan ingatan


Wajahmu peta yang kusut
adalah hamparan rawa dan hutan Bangeran

siapakah yang membuka pintu?

Setail bergeser dari muara
banjir senin legi juga mengubur palung dan sumur
di antara keramaian kampung yang tinggal nama

apakah kita akan tetap merawat-meruwat
pagar di empat sudut?

Jika beringin telah tumbang
dan malam kehilangan kaki

Tiga bendungan merenungi nasib
mitos kematian menyelinap dalam mimpi

Tanggulasri menjemur sejarahnya di luar kepala
kemarilah, maka akan kubisiki

tembang Marinem tak lagi terdengar
semenjak kita sibuk mengaji dangdut

Wajahmu peta yang kusut
adalah hamparan rawa dan hutan Bangeran

siapakah yang membuka pintu?
tempat kita semakin asing dari kita sendiri


Muncar, 2021

ARSIP KALIMORO


ARSIP KALIMORO


Di suatu senja membaca
lumut-lumut sejarah dari sungai menghitam
ditampung muara
pertemuan tak ada pekerjaan
anak pantai gelisah menggali arsip-arsip batu

/ sebuah nama terhapus dari peta dada /

Anak pantai mewarnai gambar dirinya dengan rasi bintang
sebelum suara mesin perahu berseru
berangkat mengaji ke laut
tetapi musim tidak bisa ditebak

/ siapa yang melahirkan nelayan /

rahim muram mencatat kawin - cerai
gang-gang sempit ditumbuhi jemuran putus sekolah
kita duduk minum kopi, sebotol oplosan
membicarakan tentangga yang mencari hutangan

Di suatu senja membaca
apakah kita masih mengenakan kepala
ikan berenang di air mata limbah dari pipa siluman
bersama hantu-hantu plastik

/ ke mana sisa matahari dan rembulan /

jika anak pantai menulis puisi pada ombak
menabuh gelombang pasang
pada mimpi laut yang menatap harapan


(Muncar, 2021) 

23/05/2021

MALAM MEMPERPANJANG MALAM


Malam Memperpanjang Malam

Dari jendela
ku lihat malam memperpanjang malam
menyeduh kopi lalu kau tidur duluan
membaca puisi dan aku menyulut rokok

Kipas angin masih berlari
komputer bernyanyi batuk-batuk
entah apa yang terketik
mungkin nasib atau takdir
yang nyinyir seperti tetangga

cepat, mimpi hanya sementara! 

Tinggalkan buaian-ciuman itu
musuh adalah aku sendiri

Tak perlu berlari
apa bedanya dengan kuda

dari jendela apakah kau bisa menghitung
hutang dan dendam ada di mana? 

Muncar, 230521

21/05/2021

BIROKRAT WC UMUM


BIROKRAT WC UMUM


Birokrat WC umum
seseorang penjaga daftar harga
kencing Rp. 2.000
berak Rp. 3.000
mandi Rp. 5.000

harap antre, harap disiram
nyala air kran meluber
nyala lampu di dalam gayung
basah, plung!

birokrat mau mengepel
lantai bau dan licin
jangan buang softex di lubang wc
tisu basah berceceran

sikat - karbol - puntung rokok
birokrat WC umum 
transaksi google map buta
mayat kelaparan menyumpal selokan



Muncar, 210521

30/04/2021

BAHASA YANG SUNTUK


BAHASA YANG SUNTUK

Bahasa yang suntuk menari-nari. Ingin keluar dari kolong kepalaku. Mengetik peringatan "aku mencintai dan membencimu". Tolong juga pinjami aku kesabaran untuk hari-hari yang genit. Jaringan internet yang sakit-sakitan untuk work from home. Beranda facebook yang memuat puisi-puisi. 

Barangkali cinta adalah orang-orang kota yang lapar. Hujan yang kesepian. Jalan-jalan baru yang berlubang. Laut yang diperkosa nelayan dan limbah. Gunung dan upacara pembunuhan hutan. Dan juga rindu yang tak terawat di pemberitaan media cetak dan online. 

Sambil minum kopi, telur mata sapi melirik ke kanan dan ke kiri. Mengingat-ingat nasib seperti kata Chairil. Kemudian, kesunyian menjelma benci. Menjelma bahasa yang suntuk.

(Muncar, 300421)
Foto @jack_izzet

20/03/2021

PULANG DARI TAMASYA RUANG NYERI


PULANG DARI TAMASYA RUANG NYERI


Kita pulang dari tamasya ruang nyeri
membawa sesuatu yang belum memiliki nama
dan parasetamol setelah beberapa waktu
berdesakan di rongga tubuhmu
mengantarkan argumen dua orang lelaki
sepakat menawarkan butir-butir keniscayaan
aku pikir, kita tak perlu secemas itu
untuk rencana ruang tumbuh
sedangkan sesuatu yang belum memiliki nama
masih menghitung denyut kalender di dadamu
sebagai investasi cairan infus masa depan


(Damtelu, 200321)

CATATAN AGUSTUS 2024

  ilustrasi AI REVIEW KUPULANGKAN KEPERGIAN untuk Nadira Andalibtha   Sekumpulan puisi sedang asyik mengetik dirinya sendiri. Cafe yan...