28/06/2020

AFRIZAL MALNA


AFRIZAL MALNA

Aku tidak bisa jujur
Jujur bisa tidak aku
Tidak bisa jujur aku
Aku jujur bisa tidak
Bisa jujur aku tidak
Tidak aku jujur bisa
Jujur aku tidak bisa
Bisa tidak aku jujur
Sehelai rambut putih
nancap di kepalanya

(Muncar, 280620)

18/06/2020

TITIP PESAN


TITIP PESAN

A-B-C-D-E-F-G-H-I-J-K-L-M
Belajarlah mengeja huruf-huruf di dadamu. Ketika waktu menunjukkan bagian malam. Waspada cahaya. Meski hanya lilin kecil. Serupa ular melilit di luar mimpimu. Juga kepalamu. Dipenuhi kelenjar buah jeruk. 

N-O-P-Q-R-S-T-U-V-W-X-Y-Z
Nanti. Suatu ketika. Jika kau sudah dewasa. Rangkailah huruf-huruf menjadi kata. Menjadi frase. Menjadi kalimat. Menjadi paragraf. Menjadi teks. Duduklah serendah mungkin. Sambil menikmati secangkir kopi pahit.

(Muncar, 180620)
Poto Vemas Aditia

06/06/2020

DENYUT USIA


DENYUT USIA
: Nurma Listi

Rongga kepala membangun kamar. Denyut usia. Hidup yang melayani kehidupan. Doa adalah pesawat yang melesat ke langit. Membawa arsip-arsip harapan. Gelembung merah jambu. Bunga-bunga keniscayaan. Barangkali, kita harus yakin. Kipas angin memutar kesumat. Denting-denting kebahagiaan. Bukan hanya tentang cahaya membunuh gelap.

(Muncar, 050620)

01/06/2020

RIWAYAT LEMON TEA



RIWAYAT LEMON TEA

Angin menyandar pada malam yang tak bisa luntur oleh lampu-lampu. Rembulan bundar. Berkecipak pada segelas lemon tea. Aku tak tahu kemana segelas kopi. Juga asap rokok yang biasa menggenapi percakapan sepi.

Sekelebat bayanganku tiba-tiba muncul dari kertas lusuh. Puisi-puisi berkeringat. Menuliskan riwayat. Namun segelas lemon tea tetap hangat. O, perkenalan. Hujan. Angin. Malam. Memperluas persimpangan.

Segelas lemon tea. Tumpah pada dadamu. Ditumbuhi lumut-lumut harapan. Ciuman cuma batu-batu bibir. Mungkin hantu-hantu pada matamu yang sangsi. Di situ aku menemukan diriku yang lain. Puisi-puisi berkeringat. Membawaku kepada malam ini.

(Muncar, 010620)

25/05/2020

BERKARAT


BERKARAT

Dengan sepatu tua. Ia menyusuri pantai. Desir kembali membawa gelombang. Rembulan tembaga. Disepuhnya butiran pasir legam. Jejak melubangi waktu.

Burung-burung camar di sekitar udara. Mendengar. Menyaksikan dentang yang berkaitan. Mungkin berbisik. Memukul batu karang. 

Pecah berulang.

Ia lantas mengingat. Menghitung disepuhnya butiran pasir legam. Menyalakan rembulan tembaga. 

Dengan sepatu tua. Ia berdiri. Meski terbata-bata. Juga membaca cuaca. Percaya lagi kepada nasib.

Berkarat. 

(Muncar, 250520)
Poto Pinterest

23/05/2020

KUE DAN ORSON UNTUK LEBARAN


KUE DAN ORSON UNTUK LEBARAN 

Pekik takbir lindap di penghujung ramadhan. Ketakutan. Kecemasan. Meleleh pada lekuk wajah seorang ibu. Sebab jarak kini menjadi hantu. Rumah tua. Cat dinding mengelupas. Jendela berkarat. Selambu lusuh. Pintu yang berdebu.

Apakah ada yang akan mengetuk.

Tiada lebaran yang lebih tabah dari seorang ibu. Baju lebaran hanya sebuah mitos. Harapan adalah toples berisi kue dan ssbotol orson yang mengisi meja. Memasak opor ayam. Menunggu anak cucu. Membasuh khilaf hari-hari yang menumpuk.

Lebaran, apakah rembulan masih di atas kuburan.

(Kedunggebang, 230520)
Foto dari Pinterest

11/05/2020

BEBIJI MIMPI


BEBIJI MIMPI

Di jalan itu. Kita tanam bebiji mimpi. Bulan meleleh. Pada trotoar matamu. Tebing-tebing tumbuh curam. Biru di langit mewariskan kesumat.

Malam berbicara. Memperingatkan kita bagai klakson kendaraan tua.

Burung melepaskan bulu-bulu waktu. Pada sayapnya. Batu-batu tak pecah. Tak bergerak. Kecuali kita ajak menuju peristiwa. Roda terus menggelinding. Membagi penerimaan. Penolakan.

Hantu-hantu dalam buntalan ketakutan terus bernyanyi. Membisik di telinga.

Tetapi kita harus bergegas. Menanggalkan pakaian kita. Sama telanjang. Di jalan itu. Memanen bebiji mimpi yang kita tanam.

(Muncar, 110520)

CATATAN AGUSTUS 2024

  ilustrasi AI REVIEW KUPULANGKAN KEPERGIAN untuk Nadira Andalibtha   Sekumpulan puisi sedang asyik mengetik dirinya sendiri. Cafe yan...